MAKALAH
ILMU
PENDIDIKAN ISLAM
KEDUDUKAN
DAN PERAN GURU DALAM PANDANGAN ISLAM

OLEH
KELOMPOK IX
1. SOPYAN ROSDIANA (151.139.187)
2. NELI KUSNIAWATI (151.139.203)
3. DEDI IRAWAN (151.139.204)
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDA’IYAH
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2014
DAFTAR ISI
COPER MAKALAH..................................................................................... .... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. .... ii
PENDAHULUAN......................................................................................... ....
A. Latar Belakang..................................................................................... ....
B. Rumusan
Masalah................................................................................. ....
C. Tujuan
Pembahasan..............................................................................
ISI (JUDUL MAKALAH)............................................................................ ....
A.
KEDUDUKAN
DAN PERAN GURU DALAM PANDANGAN ISLAM
1. Pengertian Dan Fungsi Guru Dalam Pendidikan...........................
2.
Kedudukan Dan
Fungsi Guru Menurut Ajaran Islam....................
3.
Kompetensi Guru
Menurut Ajaran Islam.......................................
B. ANALISIS........................................................................................... ....
KESIMPULAN ............................................................................................. ....
DAFTAR RUJUKAN................................................................................... ....
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengajar adalah sebuah aktivitas
yang menjadi key (baca: kunci) dalam proses pendidikan dan mengajar merupakan
upaya yang harus di lakukan guru untuk menciptakan suasana yang kondusif agar
terjadi proses pembelajaran yang efektif dalam arti mampu melibatkan peserta
didik baik keterlibatan emosional, fikiran maupun keterlibatan secara fisik.
Peran guru di sini berarti keseluruhan tingkah laku guru dalam melaksanakan
tugasnya sebagai guru. Guru mempunyai satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak
dapat terpisahkan antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih.
Demikian juga guru dalam proses belajar mengajar harus memiliki kemampuan
tersendiri, guna mencapai harapan yang dicita - citakan dalam melaksanakan
pendidikan pada umumnya dan proses belajar mengajar pada khususnya. Untuk
memiliki kemampuan tersebut guru perlu membina diri secara baik, karena fungsi
guru itu sendiri adalah membina dan mengembangkan kemampuan siswa secara
profesional didalam proses belajar mengajar.
Merujuk pada pola pendidikan dan
keguruan Rasululluh Saw dalam presfektif islam, guru menjadi posisi kunci dalam
membentuk keperibadian muslim yang sejati. Keberhasilan rasulullah Saw dalam
mengajar dan mendidik umatnya, lebih banyak menyentuh aspek prilaku, yaitu
contoh teladan yang baik dari Rasul (uswatun hasanah). Hal ini bukan
berarti aspek- aspek selain perilaku diabaikan. Sedemikian penting aspek
perilaku (contoh teladan yang baik) bagi proses pengajaran, لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي
رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ al qur’an ini mensinyalir bahwa di dalam diri Rasul Saw
terdapat contoh- contoh teladan yang baik bagimu(al ahzab : 21).
Guru, terlebih guru pendidikan agama Islam,
harus bisa menjadi uswatun hasanah bagi anak didiknya. Secara sadar atau
tidak, semua prilaku guru dalam proses pendidikan bahkan di luar kontes proses
pendidikan, perilaku guru akan ditiru oleh siswanya. Oleh sebab itu, baik dalam
proses pendidikan (proses belajar mengajar) atau tidak, guru harus bisa menjaga
perilakunya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian dan fungsi guru dalam pendidikan ?
2. Bagaimanakah
kedudukan dan fungsi guru menurut ajaran Islam ?
3. Apa
saja kompetensi guru menurut ajaran Islam ?
C.
Tujuan
1.
Mendeskripsikan
pengertian dan fungsi guru dalam pendidikan.
2.
Mendeskripsikan kedudukan dan fungsi guru
menurut ajaran islam.
3.
Mendeskripsikan
kompetensi guru menurut ajaran islam.
A.
KEDUDUKAN DAN PERAN GURU DALAM PANDANGAN ISLAM
Peran (role) guru artinya keseluruhan
tingkah laku yang harus di lakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai
guru (Surya, 1997: 108) guru mempunyai peran yang amat luas baik di sekolah,
keluarga, dan di masyarakat. Di sekolah guru berperan sebagai perancang atau
perencana, pengelola pengajar atau pengelola hasil pembelajaran siswa. Peran guru
di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang yang dewasa, sebagai
pengajar dan pendidik serta sebagai pegawai. Yang paling utama adalah
kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik yakni sebagai guru. Berdasarkan
kedudukanya sebagai guru, ia harus menunjukkan prilaku yang layak (bisa dijadikan
teladan oleh siswanya). Tuntunan masyarakat khususnya siswa dari guru dalam
aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi daripada yang di tuntut dari
orang dewasa lainnya.
Di dalam keluarga, guru berperan
sebagai family educator sedangkan
di tengah masyarakat, guru berperan sebagai social developer (Pembina
masyarakat), social motivator (pendorong masyarakat), social
innovator (penemu masyarakat), dan sebagai social agent (agen
masyarakat). Guru yang baik dan efektif adalah guru yang dapat memainkan peran
- peran di atas secara baik. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya
selama 24 jam. Dimana dan kapan saja, guru akan selalu di pandang sebagai guru
yang harus memperlihatkan perilaku yang dapat diteladai oleh khususnya anak
didik dan masyarakat luas. Penyimpangan dari prilaku yang etis oleh guru akan
dapat sorotan dan kecaman dari masyarakat. Guru yang berperilaku tidak baik
akan merusak citra sebagai guru dan pada gilirannya akan dapat merusak murid –
murid yang dipercayakan kepadanya. Oleh sebab itu, apabila siswa yang
berperilaku menyimpang, mungkin saja hal ini di sebabkan oleh perilaku gurunya
yang tidak memberi teladan yang baik.
Menurut Tohirin, dilihat dari segi
dirinya pribadi (slef orientet), seorang guru dapat berperan
sebagai : pertama, perkerja sosial (social worker), yaitu seorang
yang harus memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, pelajar dan ilmuwan, yaitu seseorang yang
harus senantiasa belajar secara terus menerus untuk mengembangkan penguasaan
keilmuanya. Ketiga, orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua di
sekolah bagi setiap siswa. Keempat, model teladan, artinya guru adalah
model tingkah laku yang harus di contohkan oleh siswa siswinya. Siswa
diharapkan akan merasa aman (bukan malah tegang atau sters) berada dalam
didikan gurunya.
Dalam hubungannya dengan aktivitas pengajaran dan administrasi
pendidik, lebih jauh guru berperan sebagai: pertama pengambil inisiatif,
pengarah dan penilai aktivitas- aktivitas pendidik dan pengajar. Kedua, wakil
masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan. Ketiga, seorang pakar dalam
bidangnya yaitu dia menguasai bahan yang harus di ajarkannya. Keempat, penegak
disiplin, yaitu guru harus menjaga agar seluruhnya siswa menegakkan disiplin
dan ia pun terlebih dahulu harus member contoh tentang kedisplinan kepada
seluruh siswanya. Kelima, pelaksana administrasi pendidik, yaitu guru
penanggung jawab agar pendidikan dapat berlangsung secara baik. Keenam, pemempin
generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan perkembangan
siswa sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa depan. Ketujuh, penerjemah
kepada masyaraka, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.
Dalam sudut pandang pskiologis,
peran guru adalah : pertama, pakar psikologi belajar atau psikologi
pendidikan dan mampu mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru
dan pendidik. Kedua, seniman
dalam antara manusia (artist in human relations ), artinya guru
adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan Susana hubungan antar manusia
khususnya dengan siswa- siswa sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran dan
pendidikan. Ketiga, pementukan kelompok (group builder) , yaitu
mampu membentuk atau menciptakan suatu pembaruan untuk membuat suatu hal yang lebih baik. Keempat, inovator
yaitu orang yang mampu meciptakan suatu pembaruan untuk mencapai suatu yang
lebih baik. Kelima, petugas kesehatan mental, artinya guru bertanggung
jawab bagi terciptanya kesehatan mental para siswa.
Kebutuhan (need) merupakan
suatu situasi kekurangan dalam diri individu yang mendorongnya untuk berpeilaku
guna untuk mencapai tujuan. Dalam hubungannya dengan jabatan guru, prilaku pada
dasarnya didorong oleh kebutuhan para guru itu sendiri. Menjadi guru pada
dasarnya merupakan upaya memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang ada pada diri
guru, telah mendorongnya untuk berprilaku sebagai guru. Apabila kebutuhan itu
terpenuhi dengan prilaku sebagai guru, maka ia akan memperoleh kepuasan.
Sebaliknya, guru akan mengalami kekecewaan dalam tugasnya sebagai guru apabila
kebutuhan - kebutuhannya tidak terpenuhi. Jenis dan kualitas kebutuhan guru
akan mendorong guru untuk melakukan tingkah laku keguruaannya.
Menurut maslow, ada lima tingkat
kebutuhan manusia yaitu : kebutuhan fisik atau jasmiah, kebutuhan memperoleh keselamatan,
kebutuhan sosial atau kebutuhan hubungan dengan orang lain di lingkungan,
kebutuhan meperoleh harga diri. Manusia akan memenuhi kepuasan dan kebahagian
apabila kebutuhannya terpenuhi namun akan kecewa apabila mengalami kegagalan.
Kebutuhan - kebutuhan itu akan memotivasi manusia termasuk guru, untuk
berprilaku. Berkenaan dengan jabatan guru, peringkat kebutuhan itu akan
mendorong guru untuk melakukan prilaku keguruannya. Prilaku guru pada dasarnya
merupakan upaya dalam memenuhi peringkat kebutuhan - kebutuhan tersebut.
Guru harus senantiasa memiliki
motivasi yang kuat dalam mewujudkan prilaku keguruannya. Melalui motivasi yang
kuat, maka guru akan berprilaku lebih baik, sehingga dapat membantu proses
perkembangan siswa. Keberhasilan guru dalam melakukan tugasnya, akan memberikan
kepuasan kerja bagi para guru. Banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian
keputusan kerja para guru, di antaranya adalah: pertama, imbalan kerja
atau sesuatu yang dapat di peroleh dari melaksanakan tugas sebagai guru baik
imbalan material maupun non- material. Kedua, rasa aman dalam perkerjaan. Pada
umumnya, guru merasakan adanya keamanan lahir maupun batin dalam melaksanakan
tugasnya. Oleh karena itu, mereka merasakan adanya kepuasan kerja. Ketiga,
kondisi kerja yang baik. Guru – guru merasakan adanya kepuasan kerja karena
pada umumnya kondisi kerja guru lebih baik dari pada kondisi kerja lainnya,
seperti buruh, tani, kuli bangunan dan lain – lain. Keempat, kesemptan
pengembangan diri. Guru – guru merasa puas karena karena dalam tugas
sebagai guru, banyak memperoleh kesempatan untuk memperluas dan mengembangkan
diri untuk kepentingan di masa depan. Kelima, hubungan pribadi. Kepuasan
kerja guru antara lain juga karena dalam perkerjaan sebagai guru banyak
kesempatan untuk membina hubungan pribadi, terutama dengan siswa.
Secara umum, keperibadian dapat di
artikan sebagai keseluruhan kualitas prilaku individu yang merupakan cirinya
yang khas dalam berintraksi dengan lingkungannya. Kepribadian guru akan
menentukan keberkesanan guru dalam melaksanakan tugasnya. Keperibadian guru,
terlebih guru pendidikan agama islam, tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk
berprilaku tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para siswanya dalam
perkembangannya. Oleh karena itu, keperibadian guru perlu dibina dan di kembangkan
dengan sebaik baiknya. Guru- guru, terlebih guru pendidikan agama islam, di
harapan mampu menunjukkan kualitas ciri- ciri keperibadian yang baik, seperti
jujur, terbuka, penyayang, penolong, penyabar, komperatif, mandiri, dan
sebagainya.[1]
Sosok keperibadian guru yang ideal
menurut islam telah di tunjukkan pada keguruan Rasullulah saw yang bersumber
dari al qur’an. Tentang keperibadian Rasulullah saw. Ini, al qur’an surat
al-ahzab [33]:21 menegaskan : لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ “sesungguhnya telah
ada pada (diri)Rasullulah Saw. Itu suri teladan yang baik bagimu….” Sebagai
guru pendidikan agama islam, sudah sewajarnya apabila keguruan Rasulullah Saw.
Di imflementasiakan dalam praktik pembelajaran.
Ada beberapa prilaku guru yang di
sarankan untuk di imflementasikan agar pengajaran yang efektif bisa terwujud.
Prilaku tersebut adalah :
1.
Menggunakan
suatu sistematuran tertentu dalam menghadapi hal- hal atau prosudur tertentu.
2.
Mencegah agar
prilaku siswa yang salah tidak berketerusan.
3.
Mengarahkan
tindakan dengan disiplin secara tepat.
4.
Bergerak
keseluruh ruang kelas untuk mengamati siswa.
5.
Situasi - situasi
yang mengganggu di atas dengan cara - cara bijaksana.
6.
Memberikan
tugas - tugas yang menarik minat siswa, terutama apabila mereka berkerja secara
bebas.
7.
Menggunakan
cara yang memungkinkan siswa melaksanakan siswa melaksanakan tugas - tugas belajar dengan arahan seminimal mungkin.
8.
Memamfaatkan
waktu pembelajaran sebaik mungkin dan siswa harus terlibat aktif dan produktif
dalam melaksanakan tugas- tugas pembelajaran.
9.
Menggunakan
cara – cara tertentu untuk mendaptkan perhatian siswa.
10. Untuk memulai pembicaran kepada kelas sebelum semua siswa
memberikan perhatian (Surya; 1997:114-115)
Guru – guru pendidikan agama islam
hendaknya mengimplementasikan prilaku di atas agar dapat terwujud pembelajaran
yang efektif sehingga tujuan pembelajaran mencapai sesuai rencana.
1.
Pengertian Dan Fungsi guru Dalam Pendidikan
Guru merupakan faktor yang sangat
dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya, karena bagi
siswa guru sering di jadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi
diri. Oleh sebab itu, guru seyogyanya memiliki perilaku dan kemampuan yang
memadai untuk mengembangkan siswanya secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya
secara baik sesuai dengan profesi yang di milikinya, guru perlu menguasai
berbagai ilmu sebagai kompetensi yang di milikinya.
Di samping itu guru harus memahami
dan menghayati para siswa yang dibinanya, karena wujud siswa pada setiap saat
tidak akan sama sebab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memberikan dampak serta nilai – nilai budaya masyarakat Indonesia sangat
mempengaruhi gambaran para lulusan suatu sekolah yang diharapkan. Oleh sebab
itu, gambaran prilaku guru yang diharapkan sangat mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh keadaan itu, sehingga dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru di
harapkan mampu mengantisipasi perkembangan keadaan dan tuntunan masyarakat pada
masa yang akan datang.
Demikian juga guru dalam proses
belajar mengajar harus memiliki kemampuan tersendiri, guna mencapai harapan
yang dicita- citakan dalam melaksanakan pendidikan pada umumnya dan proses
belajar mengajar pada khususnya. Untuk memiliki kemampuan tersebut guru perlu
membina diri secara baik, karena fungsi guru itu sendiri adalah membina dan
mengembangkan kemampuan siswa secara profesional didalam proses belajar
mengajar.
Dalam membina kemampuan para siswa
sudah barang tentu guru harus memiliki kemampuan tersendiri, adapun kemampuan
yang harus dimiliki guru meliputi kemampuan mengawasi, membina, dan
mengembangkan kemampuan siswa, baik personal, professional, maupun sosial.
Namun sampai saat ini guru belum melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan
harapan karena berbagai faktor penghambat yang menghalanginya. Salah satu
faktor penghambat tersebut adalah kemampuan guru itu sendiri belum menunjang
pelaksanaan tugasnya.
Guru dituntut untuk dapat berkerja
dengan teratur dan konsisten tetapi kreatif dalam menghadapi perkerjaannya.
Kemantapan dalam berkerja hendaknya merupakan karateristik pribadinya sehingga
pola kerja seperti ini terhayati pula siswa sebagai objek pendididkan.
Kemantapan dan integritas pribadi ini tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
tumbuh melalui proses belajar mengajar dan proses pendidikan yang sengaja
diciptakan. Untuk itu sebelum membina dan mengembangkan kemampuan siswa guru
itu sendiri perlu memiliki kemampuan yang memadai.[2]
Menurut Joyce & Weil, Models of
Teaching, 1980 menyantakan proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama.
Peristiwa belajar mengajar banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep.
Oleh karena itu, perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam
berbagai model. Bruce Joyce dan Marshal Weil mengemukakan 22 model mengajar
yang dikelompokan ke dalam 4 hal, yaitu proses informasi, perkembangan pribadi,
intraksi sosial, dan modifikasi tingkah laku.
Proses belajar mengajar merupakan
suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbale balik interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan
siswa itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar.
Interaksi dalam peristiwa belajar
mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekadar hubungan antara guru
dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan hanya
penyampaian pesan berupa materi pelajaran melainkan penanaman sikap dan nilai
pada diri siswa yang sedang belajar.
Peran guru adalah terciptanya
serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang di lakukan dalam suatu
situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan
perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.
Guru merupakan jabatan atau profesi
yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Perkerjaan ini tidak bisa
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau
perkerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang- bidang
tertentu, belum dapat di sebut sebagai guru. Untuk menjadi guru di perlukan
syarat- syarat khusus, apalagi sebagai guru yang professional yang harus
mengetahi betul seluk- beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu
pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan di kembangkan melalui masa pendidikan
tertentu atau pendidikan prajabatan.[3]
2.
Kedudukan Dan Fungsi Guru Menurut Ajaran Islam
Dalam keseluruhan proses pendidikan,
khususnya proses pembelajaran di sekolah dan madrasah, guru memegang peran
utama dan amat penting. Prilaku guru dalam prosespendidikan dan belajar, akan
memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan prilaku keperibadian
anak didiknya. Oleh karena itu, prilaku guru hendaknya dapat di kembangkan
sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengaruh baik kepada para anak
didiknya.
Merujuk pada pola pendidikan dan
keguruan Rasululluh Saw dalam prespektif Islam, guru menjadi posisi kunci dalam
membentuk keperibadian muslim yang sejati. Keberhasilan rasulullah Saw dalam
mengajar dan mendidik umatnya, lebih banyak menyentuh aspek prilaku, yaitu
contoh teladan yang baik dari Rasul (uswatun hasanah). Hal ini bukan
berarti aspek- aspek selain perilaku di abaikan. Sedemikian penting aspek
perilaku (contoh teladan yang baik)bagi proses pengajaran, al qur’an
mensinyalir bahwa di dalam diri Rasul Saw terdapat contoh - contoh teladan yang
baik bagimu. Guru, terlebih guru pendidikan agama Islam, harus bisa menjadi uswatun
hasanah bagi anak didiknya. Secara sadar atau tidak, semua prilaku guru
dalam proses pendidikan bahkan di luar kontes proses pendidikan, perilaku guru
akan di tiru oleh siswanya. Oleh sebab itu, baik dalam proses pendidikan
(proses belajar mengajar) atau tidak, guru harus bisa menjaga perilakunya. [4]
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta
didik, yang memberikan santapan jiwa
dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilakunya yang buruk.
Oleh karena itu, pendidik mempunyai
kedudukan tinggi dalam islam. Dalam beberapa Hadis disebutkan: ’’Jadilah engkau
sebagai guru, atau peajar, atau pendengar, atau pecinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima,
sehingga engkau menjadi rusak.’’ Dalam Hadis Nabi SAW. Yang lain: “Tinta
seorang ilmuan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para syuhada’’. Bahkan Islam menempatkan
pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul. [5]
Al-Syawki bersyair:
“Berdiri
dan hormatilah guru dan berilah penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang rasul.”
Al-Ghazali menukil beberapa Hadis Nabi
tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut
sebagai orang-orang besar (great
individuals) yang aktivitasnya lebih baik daripada ibadah setahun
(perhatikan QS. at-Taubah: 122).
وَمَا
كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ
مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا
رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُون
Artinya:
“Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
Seanjutnya, Al-Ghazali menukil dari perkataan
para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan
memproleh pancaran cahaya (nur) keilmiahannya. Andai kata dunia tidak ada
pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab: “pendidikan adalah upaya
mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan (baik binatang buas maupun
binatang jinak) kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.[6]
Dalam ajaran islam keberadaan pendidik
sangatlah dihargai kedudukannya, seperti terdapat pada Firman Allah pada
penggalan (QS. AL-Mursalat:11) yaitu Allah meningkatkan derajat orang beriman
dan berilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan sabda Nabi yaitu sebaik-baik kamu
adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mau mengajarkannya’’ (H.R. Bukhori).
Dalam hal ini tampak terlihat bahwa
pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir akan adanya
penciptaan alam semesta, sehingga manusia lebih dekat dengan tuhannya.
Al-Ghazali juga menyatakan bahwa seorang yang
berilmu dan kemudian mau mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut orang
besar di semua kerajaan langit, dia bagaikan matahari yang menerangi alam.
Sebenarnya tingginya kedudukan pendidik
dalam islam merupakan realisasi ajaran islam itu sendiri. Islam memuliakan
pengetahuan; pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar. Yang belajar
adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru. Maka tidak boleh tidak, islam
pasti memuliakan guru. Tak terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan
tanpa adanya orang belajar dan mengajar dan tak terbayangkan pula adanya
belajar dan mengajar tanpa adanya guru.
Tingginya kedudukan guru dalam Islam
masih dapat disaksikan secara nyata pada zaman sekarang. Itu dapat kita lihat
terutama di pesantren-pesantren di indonesia. Santri bahkan tidak berani
menantang sinar mata kyainya. Sebagian agi membungkukkan badan tatkala
menghadap rumah kyainya. Bahkan, konon ada santri yang tidak berani kencing
menghadap rumah kyai sekalipun berada dalam kamar yang tertutup. Betapa tidak,
melihat tingkah laku kyai yang begitu mulia, ilmunya yang luas dan dalam,
do’anya yang diyakini mujarab.
Ada penyebab khas mengapa orang islam
amat menghargai guru, yaitu pandangan bahwa ilmu itu semuanya bersumber pada tuhan.
Oleh sebab itu, Allah azza wajalla
berfirman:
قَالُوا سُبْحَانَكَ لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ
أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيم
Artinya:
Mereka
menjawab: “maha suci engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui
lagi maha bijaksana.’’ (Al-Baqarah: 32).
Menurut Al-Ghazali, tugas pendidik yang
utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati
manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena tujuan pendidikan islam
yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Peran dan fungsi
yang cukup berat untuk dibemban ini tentu saja membutuhkan sosok seorang guru
atau pendidik yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggunng jawab sebagai
seorang pendidik. Pendidik itu harus mengenal Allah dalam arti yang luas dan
rasul serta memahami risalah yang dibawanya serta mengamalkannya.
Fungsi pendidik:
1. Sebagai
instruksional (pengajar), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan
melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan
penilaian setelah program dilakukan.
2. Sebagai
educator (pendidik), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan
berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakannya.
3. Sebagai
managerial (pemimpin), yang memimpin, mengendaikan kepada diri sendiri, peserta
dididk dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut
upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan partisipasi
atas program pendidikan yang dilakuaka
4. Sebagai
inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemjuan belajar
anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat
memberikan petunjuk (ilham) bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu
tidak mesti harus bertoak dari teori-teori beajar, dari pengalaman pun bisa
dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan
teorinya, tapi bagaimana meepaskan masaah yang dihadapi anak didik.
5. Sebagai
informator, guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang
telah diprogramkan dalam kurikulum. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak
didik. Untuk menjadi informator yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah
sebagai kuncinya, ditopang dengan bahan yang akan diberikan kepada anak didik.
6. Sebagai
motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan
aktif belajar. Dalam upaya memberikan
motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatar belakangi anak didik
malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Peranan guru sebagai
motivator sangat penting dalam intraksi edukatif, karena menyangkut esensi
pekerjaan pendidik yang memebutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance
dalam personalisasi dan sosialisasi diri.
7. Sebagai
fasiitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasiitas yang memungkinkan kemudahan
kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan,
suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas
belajar yang kurang memadai. Menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena
itu menjadi tugas guru bagaimana menyediakan fasilitas, sehingga akan tercipta
lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
Dari ketujuh fungsi guru tersebut
tergamabar bahwa seorang pendidik selain orang yang memeiliki pengetahuan yang
diajarkannya, juga seorang berkepribadian baik, berpandangan luas, dan berjiwa
besar.
3. Kompentesi Guru Menurut Ajaran Islam
Kompetensi Guru merupakan seperangkat
pengetahuan, ketetampilan dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai
dan diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalnya. Kepmendiknas
No. 045/U/2002 menyebutkan kompetensi sebagai seperangkat tindakan cerdas dan
penuh tanggung jawab dalam, melaksakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan
tertentu. Jadi kompetensi guru dapat dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab
dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.[7]
Untuk menjadi pendidik tidaklah mudah,
kaarena ia harus memilkiki berbagai kompetensi-kompetensi keguruan. Kompetensi
dasar (basic competency) bagi
pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan
kecendrungan yang dimilikinya. Hal tersebut karena potensi itu merupakan tempat
dan bahan untuk memperoses semua pandangan sebagai bahan untuk memproses semua
pandangan sebagai bahan untuk menjawab semua ransangan yang datang darinya.
Potensi dasar ini adalah milik individu sebagai hasil dari proses yang tumbuh
karena adanya anugerah dan inayah dari Allah SWT. Personifikasi ibu waktu
mengandung dan situasi yang digunakan sebagai
hamba dan khalipah Allah.
W. Robert Houston mendefinisikan
kompetensi dengan:”competence ordinarily is defined as adequacy for a task
or as possessi on of require knowledge, skill, and abiilities” (suatu tugas
yang memadai atau pemilihan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang
dituntut oleh jabatan seseorang).[8]
Definisi itu mengandung arti bahwa calon pendidik perlu mempersiapkan diri
untuk menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan khusus yang
terkait dengan profesi keguruannya, agar ia dapat menjalankan tugasnya dengan
baik, serta dapat memennuhi keinginan dan harapan peserta didiknya.
Dalam melaksanakan Pendidikan Islam,
kita dapat berasumsi bahwa setiap umat islam wajib mendakwakan ajaran agamanya.
Hal itu dapat kita pahami dari firman Allah SWT. Dalam QS. An-Nahl:125.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ
أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Artinya:
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ali-Imran:
104.
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.
Hadis Nabi SAW: “sampaikan ajaran dariku
walaupun hanya sepatah kata ( seayat)” (HR. Al-Bukhari). Berdasarkan ayat-ayat
dan hadis tersebut dapat dipahami bahwa siapapun dapat menjadi pendidik dalam pendidikan
islam, dengan catatan ia memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih. Di samping
itu, ia mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang diajarkan, sebagai penganut
islam yang patut dicontoh dalam ajaran Islam
dan bersedia menularkan pengetahuan dan nilai islam pada pihak lain.
Namun demikian, untuk menjadi pendidikan Islam yang profesional masiih
diperlukan persyaratan yang lebih dari itu.[9]
Profesionalisme seorang guru merupakan
suatu keharusan dalam mewujudkan sekolah berbasis pengetahuan, yaitu pemahaman
tentang pembelajaran, kurikulum, dan perkembangan manusia termasuk gaya
belajar. Pada umumnya disekolah-sekolah yang memiliki guru dengan kompetensi
profesional akan menerapkan “pembelajaran dengan melakukan” untuk menggantikan cara mengajar diman guru
hanya berbicara dan peserta didik hanya mendengarkan.
Dalam suasana seperti itu, peserta didik
secara aktif melibatkan dalam memecahkan masalah, mencari sumber informasi,
data evaluasi, serta menyajikan dan mempertahankan pandangan dan hasil kerja
mereka kepada teman sejawat dan yang lainnya. Sedangkan para guru dapat bekerja
secara intensif dengan guru lainnya dalam merencanakan pembelajaran, baik
individu maupun tim, membuat keputusan tentang pengembangan kurikulum, dan
partisipasi dalam proses penilaian.[10]
Untuk mengenal posisi profesional
pendidik, ada baiknya kita lihat stratifikasi tenaga kerja. Secara sederhana,
tenaga kerja dapat distrafikasi kedalam empat macam, yaitu pekerja terampil,
teknisi terampil, tekhnisi ahli/profesional, dan elit profesiona. Pekerja
terampil disiapkan untuk terampil melaksanakan tugas yang sifatnya operasional
dan tidak banyak membutuhkan pemikiran, karena sifatnya teknis-mekanistik.
Teknisi terampil memiliki wawasan dasar dari pelaksanaan tugasnya. Tekhnisi
ahli atau profesional mampu menjelaskan dan mempertanggung jawabkan alternatif
atau putusan yang dipilih, sedangkan ellit operasional memiliki kemampuan
lebibh dari teknisi ahli.
Dari uraian tersebut, dapat dipahami
bahwa pendidik islam yang profesional harus memiliki kompetensi-kompetensi yang
lengkap, meliputi:
1).
Penguasaan materi al-islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-bidang yang
menjadi tugasnya.
2).
Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode, dan tekhnik) pendidikan
islam, termasuk kemampuan evaluasi.
3).
Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan
4).
Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian pendidikan, guna
keperluan pengembangan pendidikan islam masa depan.
5).
Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang
mendukung kepentingan tugasnya.
Untuk mewujudkan pendidik yang
profesional, kita dapat mengacu pada tuntutan Nabi SAW, karena beliau
satu-satunya pendidik yang paling berhasil dalam rentang waktu yang begitu
singkat, sehingga diharapkan dapat mendekatkan realitas (pendidik) dengan yang
ideal (Nabi SAW). Keberhasilan Nabi SAW. Sebagai pendidik didahului oleh bekal
kepribadian (personality) yang
berkualitas unggul, kepeduliaannya terhadap masalah-masalah sosial religius,
serta semangat dan ketajamannya dalam اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ (membaca, menganalisi,
meneliti dan esperimentasi terhadap berbagai fenomena kehidupan dengan menyebut
nama Tuhan). Kemudian beliau mampu mempertahankan dan mengembangkan kualitas
iman, amal saleh, berjuang dan bekerja sama menegakkan kebenaran (QS. Al-Asher,
al-Kahfi:20), mampu bekerja sama dalam kesabaran (QS. Al-Asher: 3, al-Ahqaf:
35, ali Imran: 200).
Dari telaah tersubut, dapat
diformulasikan asumsi yang melandasi keberhasilan pendidik yakni: pendidik akan
berhasil menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi-kompetensi yang
mendukung.
a.
Kompetensi Personal
Kompetensi personal guru berkaitan
dengan potensi-potensi psikologis guru untuk tugas-tugas kependidikan yaitu :
Ø penampilan
sikap positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap
keseluruhan situasi pendidikan
Ø pemahaman,
penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang harus dimiliki guru.
Ø penampilan
sebagai upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi para
didiknya.[11]
Kemampuan dasar (kompetensi) yang bagi pendidik adalah menyangkut kepribadian
agamais, artinya pada dirinya melekat nilai-nilai lebih yang hendak
ditransinternalisasikan kepada peserta didiknya. Misalnya nilai kejujuran,
amanah, keadilan, kecerdasan tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan,
kedisiplinan, ketertiban, dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki
pendidik sehingga akan terjadi
transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai) antara pendidik
dan pesrta didik, baik langsung maupun tidak langsung, atau setidak-tidaknya
terjadi transaksi (alih tindakan) antara keduanya.
Hamzah didalam bukunya profesi pendidikan menguraikan Ia juga harus memiliki pengetahuan
penunjang tentang kondisi fisiologis, psikologis, dan pedagogis dari para
peserta didik yang dihadapinya.
b.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru dalam
berkomunikasi atau dalam berhubungan dengan para siswanya, sesama teman guru,
kepala sekolah, pegawai tata usaha, dan dengan anggota masyarakat
dilingkungannya. Dengan maksud lain kompetensi sosial guru adalah kemampuan
guru dalam berhubungan sosial dengan sesama manusia.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik dan masyarakat sekitar.
Berdasarkan kodrat manusia sebagai mahluk
sosial dan mahluk etis. Ia harus dapat memperlakukan peserta didiknya secara
wajar dan bertujuan agar tercapai optimalisai potensi pada diri masing-masing
peserta didik. Ia harus memahami dan menerapkan prinsip belajar humanistik yang
beranggapan bahwa keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan yang ada pada
diri peserta didik tersebut. Instruktur hanya bertugas melayani mereka sesuai
kebutuhan mereka masing-masing.
Kemampuan dasar bagi pendidik adalah
menyangkut kepeduliannya terhadap masalah-masalah sosial selaras dengan ajaran
dakwah islam. Sikap gotong royong, tolong-menolong, egslitsrian (persamaan
derajat antara manusia), sikap toleransi, dan sebagainya juga perlu dimiliki
oleh pendidik muslim islam dalam rangka transinternalisasi sosial atau transaksi
soaial antara pendidik dan peserta didik.[12]
Sementara itu, kompetensi sosial lebih
mengacu pada kematangan guru dalam membangun relasi dengan pihak lain dalam
konteks pendidikan seperti peserta didik, kolega, orang tua murid, asosiasi
profesi lain, dan komunitas lain pada umumnya. Kompetensi sosial merupakan
wujud dari interpersonal skills adalah keterampilan bernegosiasi, presentasi,
melakukan mediasi, kepemimpinan, berkomunikasi dengan pihak lain, dan berempati
dengan pihak lain.
Berdasarkan PP 74/2008 dan Permendiknas
Nomor 16/2007, Kompetensi sosial meliputi;
1. Berkomunikasi
lisan, dan atau isyarat secara santun.
2. Menggunakan
teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.
3. Bergaul
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
pimpinan satuan kependidikan, orang tua atau wali peserta didik.
4. Bergaul
dengan santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem
nilai yang berlaku.
5. Menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
c.
Kompetensi pedagogi
Kompetensi pedagogik sebagaimana
dimaksud pada PP 74/2008 dan Permendiknas Nomor 16/2007 merupakan kemampuan
Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogi meliputi
pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanakan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Menuntut adanya keterampilan yang
berdasarkan konsep dan teori yang mendalam menekankan pada keahlian bidang
tertentu sesuai dengan bidang profesinya, adanya tingkat pendidikan-pendidikan
keguruan yang memadai, adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari
pekerjaan yang dilaksanakannya, bila berhasil maka masyarakat dan generasi
mendatang akan menjadi baik.
d.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata pelajaran disekolah dan substansi keilmuan
yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya.[13]
Kompetensi profesional meliputi
penguasaan bidang keahlian yang menjadi tugas pokoknya, keluasan wawasan
keilmuan, kemampuan menunjukkan keterkaitan antara bidang keahlian yang
diajarkan dan konteks kehidupan, penguasaan terhadap isu-isu mutakhir dalam
bidang yang diajarkan, kesediaan yang melakukan refleksi dan diskusi (sharing) permasalahan pembelajaran yang
dihadapi, pelibatan peserta didik dalam penelitian, kajian atau pengembangan,
rekayasa dan desain yang dilakukan guru, kemampuan yang dimiliki guru,
kemampuan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan teknologi (iptek) untuk
pemutakhiran pembelajaran dan keterlibatan dalm kegiatan ilmiah organisasi
profesi.
Adapun kompetensi profesional diperoleh
melalui pendidikan profesi keguruan yang dalam pelaksanaanya diatur dalam
peraturan pemerintah RI nomor 74 tahun 2007.
Seorang pendidik profesional dengan
berbagai kompetensinya sebagaimana tersebut, harus terus dikembangkan dan
diberdayakan melalui program pengembangan diri yang dilakukan secara
demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan
menjunjung tinggi hak asasi mannusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kode
etik profesi.[14]
Kompetensi profesional harus
memiliki kemampuan:
1. Merencanakan
sistem pembelajaran
-
Merumuskan
tujuan.
-
Memilih
prioritas meteri yang diajarkan.
-
Memilih dan
menggunakan metode.
-
Memilih dan
menggunakan sumber belajar yang ada.
-
Memilih dan
menggunakan metode pembalajaran.
2. Melaksanakn
sistem pembelajaran
-
Memilih bentuk
kegiatan pembelajaran yang tepat.
-
Menyajikan
urutran pembalajaran secara tepat.
3. Mengevaluasi
sistem pembalajaran
-
Memilih dan
menyusun jenis evaluasi.
-
Melaksanakan
kegiatan evaluasi sepanjang proses.
-
Mengadministrasikan
hasil evaluasi.
4. Mengembangkan
sistem pembelajaran
-
Mengoptimalisasi
potensi peserta didik.
-
Meningkatkan
wawasan kemampuan diri sendiri.
-
Mengembangkan
program pembelajaran lebih lanjut.
Sedangkan kompetensi guru yang telah
dibakukan oleh Dirjen Dikdasmen (1999) sebagai berikut.
1. Mengembangkan
kepribadian
2. Menguasai
kependidikan
3. Menguasai
bahan pelajaran
4. Menyusun
program pembelajaran
5. Melaksanakn
program pembelajaran
6. Menilai
hasil dalam PBM yang telah dilaksanakan
7. Menyelenggarakan
penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran
8. Menyelenggarakan
program bimbingan
9. Berinteraksi
dengan sejawat dan mesyarakat
10. Menyelenggarakan
administrasi sekolah.
Kemampuan dasar ini menyangkut kemampuan
untuk menjalankan tugas keguruanya secara profesional, dalam arti mampu membuat
keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta mampu mempertanggung jawabkan
berdasarkan teori dan wawasan keahliannya dalam perspektif islam.
Dalam versi yang berbeda, kompetensi
pendidik dapat dijabarkan dalam beberapa kompetensi sebagai berikut:
1. Mengetahui
hal-hal yang perlu diajarkan, sehingga ia harus belajar dan mencari informasi
tentang materi yang diajarkan.
2. Menguasai
keseluruhan bahan materi yang akan dissampaikan pada peserta didiknya.
3. Mempunyai
kemampuan menganalisis materi yang akan diajarkan dan menghubungkannya dengan
konteks komponen-komponen lain secara ke seluruhanmelalui pola yang diberikan
islam tentang bagaimana cara berpikir ( way of thinking) dan cara hidup (way of
live) yang perlu dikembangkan melalui proses edukasi.
4. Mengamalkan
terlebih dahulu informasi yang telah didapat sebelum disajikan pada peserta
didiknya (QS. As-Shaf: 2-3).
5. Mengepaluasi
proses dan hasil pendidikan yang sedang dan sudah dilaksanakan (QS. Al-Baqarah:
31).
6. Memberi
hadiah (tabsyir/reward) dan hukuman (tandzir/punishment) sesuai dengan usaha
dan upaya dicapai peserta didik dalam rangka memberikan persuasi dan motivasi
dalam proses belajar (QS. Al-Baqarah: 119).
Kompetensi pendidik yang tidak kalah
pentingnya adalah memberikan uswah
hasanah dan meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya yang mengacu pada
masa depan tanpa melupakan peningkatan kesejahteraan, misaslnya gaji, pangkat,
kesehatan, perumahan, sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head,
transfer of hand kapada peserta didik dan lingkungannya, serta mencegah
adanya pepatah: “guru kencing berdiri,
murid kencing berlari”, yang pada gilirannya kan lebih ironis lagi dengan
pepatah: “guru kencing berdiri dan murid
mengencingi guru”.[15]
B.
ANALISIS
قَالُوا سُبْحَانَكَ لا عِلْمَ لَنَا إِلا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ
أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Artinya:
Mereka menjawab: “maha suci engkau,
tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah engkau ajarkan kepada
kami; sesungguhnya engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana.’’
(Al-Baqarah: 32).
Maksud ayat tersebut: maha
mengetahui atas segala sesuatu lagi maha bijaksana dalam pencitaannya,
persoalan mu, pengajaran mu, ihwal perkara yang kamu kau hemdaki tiadanya
engkau mengajarkan sesuatau yang tidak engkau hendaki. Kepunyaan engkaulah
hikmah dan keadilan yang sempurna yang ada pada semua itu. “maha suci Allah
artinya membersihkan zat-zat Allah dari segala keburukan. Umar berkata Ali,
“ihwal tiada tuhan melainkan Allah sudah
kami ketahui, lalu apa makna maha suci, maka Ali menjawab dia merupakan
ungkapan yang disukai Allah untuk Zatnya kerelaan Zat itu dan lebih disukainya
untuk disebut dengan ungkapan itu. Seorang bertanya kepada Maimun Bin Mahran
Ihwan Maha suci Allah maimun berkata Ia adalah nama yang dengannya Allah
diagungkan dan ditakuti daripada oleh selain dia. Para malaikat menyerahkan
ilmu pengetahuan kepada Allah dengan ungkapan seperti itu , karena dia maha
mengetahui lagi maha bijaksana. Maka Allah berfirman, “hai Adam, beritahulah
kepada mereka nama-nama mahluk itu” setelah diberitahukan nam-nama benda itu
kepada mereka Allah berfirman “bukankah sudah kukatakan kepada mu sesungguhnya
Aku mengetahui keagaiban langit dan bumi apa yang kamu lahirkan dan apa yang
kamu sembunyikan.[16]
Penafsiran paling baik dalam ayat
ini adalah yang diberikan Ibnu Abas. Yakni, makna firman Allah”dan aku
mengetahui apa yang kamu tampakkan” ialah ucapan maliakat yang berbunyi”
mengapa engkau akan menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan akan menumpahkan darah”
Ayat ini menginformasikan bahwa
manusia dianugerahi Allah potensi untuk mengetahui nama atau fungsi dan
karakteristik benda-benda. Misalnya fungsi api, angin, air dan sebagainya. Dia
juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran bahasa kepada
manusia (anak kecil) bukan di mulai denghan kata kerja, tetapi mengajarkannya
terlebih dahulu nama-nama.
Sebagian
ulama ada yang memahami pengajaran nama-nama kepada Adam dalam arti mengajarkan
kata-kata. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa ketika dipaparkan
nama-nama benda itu, pada saat yang sama beliau mendengar suara yang menyebut
nama benda itu pada saat dipaparkannya, sehingga beliau memiliki kemampuan
untuk memberi kepada masing-masing benda nama-nama yang membedakannya dari
benda yang lain. Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama. Ia pun tercakup
oleh kata mengajar karena mengajar tidak selalu dalam bentuk mendiktekan
sesuatu atau menyampaikan suatu kata atau ide, tetapi dapat juga dalam arti
mengasah potensi yang dimiliki peserta didik sehingga pada akhirnya potensi itu
terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.
Dengan
demikian salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan
apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menagkap bahasa sehingga
ini mengantarkannya untuk “mengetahui”. Di sisi lain kemampuan manusia
merumuskan ide dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju
terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.
Di
samping itu nama-nama segala benda yang oleh para ahli tafsir diartikan sifat
segala sesuatu serta ciri-cirinya yang lebih dalam, segala sesuatu disini termasuk
juga perasaan. Ciri-ciri dan perasaan tertentu yang berada di luar para
malaikat oleh Tuhan diberikan pada sifat manusia. Dengan demikian manusia mampu
menggunakan cinta kasih dan memahami arti cinta kasih dan dengan ini manusia
membuat rencana serta berinisiatif, sesuai kedudukannya sebagai khalifah.
Setelah
mengajari Adam tentang segala macam nama, Allah mengemukakan hal itu kepada
para malaikat dengan itu mereka mengetahui bahwa Adam (manusia) mempunyai
kemampuan untuk mengetahui apa yang tidak mereka ketahui dan manusia sanggup
memegang kekhalifahan di bumi. Karakternya sebagai penumpah darah seperti
dikhawatirkan malaikat tidak menghilangkan hikmah Allah menjadikan Adam
(manusia) sebagai khalifah. Ucapan malaikat “Maha Suci Engkau“ yang mereka kemukakan
sebelum menyampaikan ketidaktahuan mereka, menunjukkan betapa mereka tidak
bermaksud membantah atau memprotes ketetapan Allah menjadikan manusia sebagai
khalifah di bumi, sekaligus sebagai pertanda “penyesalan“ mereka atas ucapan
atau kesan yang ditimbulkan oleh pertanyaan itu.
KESIMPULAN
Peran (role)
guru artinya keseluruhan tingkah laku yang harus di lakukan guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai guru (Surya, 1997: 108) guru mempunyai peran yang
amat luas baik di sekolah, keluarga, dan di masyarakat. Di sekolah guru
berperan sebagai perancang atau perencana, pengelola pengajar atau pengelola
hasil pembelajaran sisiwa. Peran guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya
sebagai orang yang dewasa, sebagai pengajar dan pendidik serta sebagai pegawai.
Yang paling utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik yakni
sebagai guru. Berdasarkan kedudukanya sebagai guru, ia harus mmenunjukkan
prilaku yang layak (bisa di jadikan teladan oleh siswanya).
Guru merupakan faktor yang sangat
dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya, karena bagi
siswa guru sering di jadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi
diri. Oleh sebab itu, guru seyogyanya memiliki perilaku dan kemampuan yang
memadai untuk mengembangkan siswanya secara utuh. Untuk melaksanakan tugasnya
secara baik sesuai dengan profesi yang di milikinya, guru perlu menguasai
berbagai ilmu sebagai kompetensi yang di milikinya.
Merujuk pada pola pendidikan dan
keguruan Rasululluh Saw dalam presfektif islam, guru menjadi posisi kunci dalam
membentuk keperibadian muslim yang sejati. Keberhasilan rasulullah Saw dalam
mengajar dan mendidik umatnya, lebih banyak menyentuh aspek prilaku, yaitu
contoh teladan yang baik dari Rasul (uswatun hasanah). Hal ini bukan
berarti aspek- aspek selain perilaku di abaikan. Sedemikian penting aspek
perilaku (contoh teladan yang baik)bagi proses pengajaran, al qur’an mensinyalir
bahwa di dalam diri Rasul Saw terdapat contoh- contoh teladan yang baik bagimu.
Guru, terlebih guru pendidikan agama islam, harus bisa menjadi uswatun
hasanah bagi anak didiknya. Secara sadar atau tidak, semua prilaku guru
dalam proses pendidikan bahkan di luar kontes proses pendidikan, perilaku guru
akan di tiru oleh siswanya. Oleh sebab itu, baik dalam proses pendidikan
(proses belajar mengajar) atau tidak, guru harus bisa menjaga perilakunya.
Kompetensi pendidik yang tidak
kalah pentingnya adalah memberikan uswah
hasanah dan meningkatkan kualitas dan profesionalitasnya yang mengacu pada
masa depan tanpa melupakan peningkatan kesejahteraan, misaslnya gaji, pangkat,
kesehatan, perumahan, sehingga pendidik benar-benar berkemampuan tinggi dalam transfer of heart, transfer of head,
transfer of hand kapada peserta didik dan lingkungannya, serta mencegah
adanya pepatah: “guru kencing berdiri,
murid kencing berlari”, yang pada gilirannya kan lebih ironis lagi dengan
pepatah: “guru kencing berdiri dan murid
mengencingi guru.
DAFTAR RUJUKAN
Tohirin. 2006. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Peresda.
Daryanto. 2010. Belajar Dan Mengajar, Cetakan Pertama. Bandung :
CV Yrama Widya.
Moh. Uzer Usman. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Abdul
Mujib. 2006. kepribadian dalam psikoogi islam jakarta: Rajawali Press.
Farida Sarimaya. 2008. sertifikasi guru.
Bandung:Yrama Widya.
Abdul Mujid. 2008. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Prenada Media Group.
Hamzah. 2010. profesi kependidikan. Jakarta:
Bumi Aksar.
Yusuf,
Choirul Fuad dkk. 2006. Inovasi Pendidikan Agama dan Keagamaan, Departemen
Agama RI.
Abudin
Nata. 2010. ilmu pendidikan islam. Jakarta: kencana.
Muhammad
Nasib Arrifai.1999. Ringkasan Tafsir Ibnu
Katsir Jilid . Jakarta: Gema Insane
[1] Tohirin, Psikologi
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Peresda, 2006),165
[2] Daryanto, Belajar Dan Mengajar, Cetakan Pertama, (Bandung :
CV Yrama Widya, 2010), 196
[3] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011), 4
[4] Ibid.,hal.164.
[5]
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2088),89
[6]
Abdul
Mujib, kepribadian dalam psikoogi islam, (jakarta: Rajawali Press,
2006), h. 109-110
[7] Farida sarimaya, sertifikasi guru (Bandung:Yrama Widya,
2008.) , 17
[8] Abdul Mujib, keperibadian dalam psikologi Islam (Jakarta : Prenada Rajawali
Press, 2006),109
[11]
Yusuf,
Choirul Fuad dkk, Inovasi Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Departemen
Agama RI : 2006), 84-87
[12]
Ibid.,hal.96
[15] Ibid.,hal.
96-97.
[16] Muhammad Nasib Arrifai, Ringkasan
Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1(Jakarta,
gema insane:1999) ,108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar