MAKALAH
HADIS TARBIYAH
HADIS TENTANG KOMPETENSI KEPRIBADIAN PENDIDIK/GURU

Oleh
Kelompok VI :
Dedi
Irawan : 151.139.204
Neli
kusniawati :151.139.203
Siti
Ardiyanti Ruknala :151.139.202
Eka
Harlianti :151.139.205
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, menyertai rangkaian kalimat puji syukur sepatutnya kita ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hadis Tentang Kompetensi
Kepribadian Pendidik/Guru “. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang
telah membawa risalah kebenaran yang agung sebagai petunjuk seluruh ummat
dengan Al-dien al-islam yang kita harapkan syafa’atnya kelak di akhirat.
DAFTAR ISI
COVER…….......................................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang………........................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................................... 2
C.
Tujuan
Pembahasan................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Kompetensi
Kepribadian Pendidik/Guru
1.
Pengertian
Kompetensi………......................................................................... 3
2.
Pengertian
Kepribadian Pendidik/Guru........................................................... 4
3.
Hadis
tentang Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru.................................. 6
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan…….................................................................................................... 12
Daftar Rujukan.................................................................................................................. 13
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Salah satu hal
yang sangat penting dalam kehidupan manusia adalah Pendidikan. Pendidikan tidak
bisa di pisahkan dari pendidik, karena pendidik mempunyai peran yang sangat
penting dalam dunia pendidikan. Dalam perannya, tentu pendidik juga harus
mempunyai seperangkat keterampilan dan perilaku yang akan menjadi contoh bagi
peserta didiknya.
Dalam proses
belajar mengajar, kepribadian yang dimiliki oleh seorang pendidik tentu
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peserta didik, karena pendidik
tidak hanya mengajar saja tetapi lebih kepada bagaimana pendidik itu mampu
membimbing, mengayomi, dan mengajar peserta didik untuk berakhlak yang mulia.
Pendidik dalam
perspektif Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan
sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah)
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[1]
Dalam konteks diatas pendidik tidak terbatas kepada orang yang bertugas
disekolah saja tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak
sejak dalalm kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.
Tidak semua orang
bisa menjadi pendidik, karena seorang pendidik memiliki syarat-syarat yang di
ajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti pendidik harus mempunyai sifat yang lemah
lembut, penyayang, tawadhu’, berlaku dan berkata jujur serta memperhatikan
keadaan peserta didiknya.
Dari beberapa
uraian di atas, telah menggambarkan bagaimana pendidik menurut pandangan Islam,
sehingga penyusun membuat makalah yang membahas tentang “Hadis tentang
kompetensi kepribadian pendidik/guru”.
A.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian Kompetensi ?
2.
Apa
pengertian Kepribadian pendidik ?
3.
Apa
saja hadis tentang kompetensi kepribadian pendidik ?
B.
Tujuan
1.
Mendeskripsikan
pengertian kompetensi.
2.
Mendeskripsikan
pengertian kepribadian pendidik.
3.
Mendeskripsikan hadis tentang kompetesi kepribadian pendidik.
HADIS TENTANG KOMPETENSI KEPRIBADIAN PENDIDIK/GURU
A.
Kompetensi
Kepribadian Pendidik/Guru
1.
Pengertian
Kompetensi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[2] Dari
uraian di atas nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan
sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan.
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pendidik tidak hanya sebatas
pada pengetahuan yang terbatas, namun pendidik harus mempunyai Ilmu pengetahuan
yang luas, artinya Ilmu pengetahuan yang dimiliki pendidik itu harus lebih
banyak dari peserta didiknya. Karena
jika pendidik tidak memiliki kompetensi dalam hal pengetahuan maka itu akan
mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi sia-sia. Seperti yang telah
dijelaskan dalam hadis sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِاللِه بْنِ عُمْرِوبْنِ الْعَاصِ
قَلَ سَمِعْتُ رَسُولَ الله صَلّى الله عَلَيهِ وَسَلمْ
يَقُوْ لُ اِنّ الله لاَ يَقْبِضُ العِلمَ
اتنِزَاعًاً يَنتَزِعُهُ مِنَ العِبَا دِ وَلكِن يَقبِضُ العِلمَ
بِقبضِ العُلمَاْءِ حَتّى إذَ الَم يُبقِ عَا
لِماَ اتّخَذَّ النّاّ سُ رُءُوساَ جُهّالاَ فَسُأِلُوا،
فَأفتَوا بِغَرعِلم فَضَلّو اوأضَلوا.
Abdullah bin Amru bin
Al-Ash meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah tidak menarik Ilmu pengetahuan kembali dengan mencabutnya hati sanubari
manusia, tetapi dengan mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama). Apabila
tidak ada lagi orang alim yang tersisa, manusia akan mengangkat orang bodoh
menjadi pemimpin yang dijadikan tempat bertanya. Lalu orang-orang bodoh itu di
tanya dan mereka berfatwa tanpa Ilmu mengakibatkan mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR.Al-Bukhari).
Dari hadis di atas dapat dipahami
bahwa orang yang berfatwa dan mengajar harus berilmu pengetahuan. Termasuk
dalam hal ini adalah pendidik atau guru. Karena apabila pendidik tidak berilmu
pengetahuan, maka murid-murid yang diajarnya akan sesat. Dengan kata lain dalam
bahasa kependidikan, apabila guru tidak profesional, mengakibatkan proses
pembelajaran yang sia-sia.
2.
Pengertian Kepribadian
Pendidik/Guru
Setiap
guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai cirri-ciri pribadi yang mereka
miliki. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat
dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam
menghadapi setiap persoalan. Prof, Dr.Zakiah Daradjat mengatakan bahwa
kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi), sukar dilihat atau
diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya
dalam segala segi dan aspek kehidupan.[3]
Kepribadian adalah keseluruhan dari
individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian,
seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan
secara sadar.
Dalam hal ini,
kepribadian seseorang dapat dilihat dari perbuatan yang dilakukannya. Apabila
seseorang melakukan hal yang baik maka kepribadiannya dikatakan baik begitu
pula sebaliknya. Oleh karena itu, masalah keperibadian adalah
suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seseorang guru
dalam pandangan anak didik atau masyarakat. Dengan kata lain, baik tidaknya
citra seseorang ditentukan oleh kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru,
masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan
melaksanakan tugas sebagai pendidik.
Kepribadian juga dapat diartikan
sebagai keseluruhan kualitas perilaku individu yang merupakan cirinya yang khas
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[4]
Kepribadian guru, terlebih guru pendidikan agama Islam, tidak hanya menjadi
dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan
bagi para siswanya dalam perkembangannya.
Oleh karena itu kepribadian guru perlu dibina dengan
sebaik-baiknya. Terutama guru pendidikan agama Islam, diharapkan mampu
menunjukkan ciri kepribadian yang baik, seperti jujur, terbuka, penyayang,
penolong, penyabar, dan sebagainya.
Sosok kepribadian guru yang ideal menurut Islam telah ditunjukkan
pada keguruan Rasulullah SAW, yang bersumber dari Al-Qur’an. Tentang
kepribadian Rasulullah SAW ini di tegaskan dalam surah Al-Ahzab [33:21].
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Guru adalah unsur manusiawi dalam
pendidikan. Guru adalah figure manusia sumber yang menempati posisi dan
memegang peranan penting dalam pendidikan.
Sementara itu secara khusus, pendidik
dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya,
baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai
ajaran Islam.[5]
Adapun kepribadian guru lanjut dijelaskan oleh para
ahli pendidikan. Ibn Jam’ah misalnya mengatakan bahwa seorang guru harus
menghias dirinya dengan akhlak yang diharuskan sebagai seorang yang beragama
atau sebagai seorang mukmin. Akhlak yang diharuskan atau terpuji tersebut
adalah rendah, khusu’,tawadhu, dan berserah diri kepada Allah SWT, mendekatkan
diri kepada-Nya baik dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi.[6]
Selain memiliki
akhlak yang terpuji seorang guru menurut Ibn Jama’ah harus pula seseorang yang
berkepribadian agamis yaitu memelihara dan menanggalkan syari’at Islam,
termasuk pula terhadap hal-hal yang disunnahkan menurut syariat baik ucapan
maupun perbuatan, seperti membaca Al-Qur’an, mengingat Allah baik dengan hati
maupun lisan, dan menjaga keagungan Nabi ketika disebutkan namanya.
3. Hadis tentang
Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru
Seperti
yang telah dijelaskan diatas, bahwa seorang pendidik/guru harus memiliki
kepribadian yang baik, terutama dalam berakhlak. Akhlak yang diharuskan adalah
rendah hati, khusyu’, tawadhu’, dan berserah diri kepada Allah SWT. Kepribadian
yang tercermin dari seorang pendidik tentunya dapat dilihat dari sifat-sifat
pendidik. Adapun sifat-sifat pendidik, dijelaskan dalam hadis sebagai berikut :
1.
Sifat Lemah Lembut dan Kasih Sayang
عَن اَبِئ سُلَيمَا نَ مَا لِكِ بنِ الحُوَيرِثِ قَلَ اَتَينَاالنّبِيّ صَلّ
اللهُ عَلَيهِ وَسَلّمَ وَنَحنُ شَبَبَهٌ مُتَقَارِشبُون فَاَقَمنَاعِندَهُ عِشرِينَ
لَيلَةً فَظَنّ اَنَا اشتَقنَا اَهلَنَا وَسَالنَا عَمّن تَرَكنَافِي اَهلِنَافَاخبَرنَاهُ
وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًافَقَالَ ارجِعُواالى اَهلِيكُم فَعَلّمُوهُم وَمُروهُم وَصَلّواكَمَا
رَاْيتُمُونِى اُصَلّي وَاذَاحَضَرَتِ الصّلاَ ةُفَليُؤذّ ن لَكُم اَحَدكُم ثُمّ لِيَؤُمّكُم
اَكبَرُكم.
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairis berkata,
“Kami, beberapa orang pemuda sebaya mengunjungi Nabi SAW, lalu kami menginap
bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan
keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami
memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah seorang yang halus perasaannya dan
penyayang. Nabi bersabda, ‘kembalilah kepada keluarga kalian. Ajarilah mereka,
suruhlah mereka, dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.
Apabila waktu shalat telah masuk, hendaklah salah seorang antara kalian
mengumandangkan adzan dan yang lebih tua hendaklah menjadi imam.
“(HR.Al-Bukhari).
Diantara informasi yang didapat dari hadis
diatas adalah (a) ada sekelompok pemuda sebaya datang dan menginap di rumah
Rasulullah SAW, (b) para pemuda itu belajar masalah agama (ibadah) kepada
beliau, (c)beliau memperlakukan mereka dengan santun dan kepada keluarga
masing-masing seperti beliau mengajar mereka. Diantara informasi tersebut, yang
berkaitan erat adalah beliau memperlakukan para sahabat dengan santunn dan
kasih sayang.
Pendidik yang mampu bersikap santun kepada
peserta didiknya sesuai dengan tuntunan Allah SWT dalam Al-Qur’an, dijelaskan
dalam surah Ali-Imran (3) sebagai berikut :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ
اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا
مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi menjelaskan, andaikata engkau
(Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam muammalah dengan mereka (kaum
muslim), niscaya mereka akan bercerai berai (bubar) meninggalkan engkau dan
tidak menyenangimu. Dengan
demikian, engkau tidak dapat menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka
ke jalan yang lurus. Berdasarkan tafsir ini, seorang pendidik harus memiliki
rasa santun kepada setiap peserta didiknya. Jika tidak, maka sikap kasar itu
akan menjadi penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sejalan dengan itu, Rasulullah SAW menyampaikan secara
lebih tegas agar umatnya (termasuk pendidik) memiliki rasa kasih sayang,
sebagaimana terlihat dalam hadis berikut ini.
عَن اِبنُ عَبّاس قالَ رَسُول الله صلّى عَلَيه وَسَلّم
لَيسَ مِنّامَن لَم يَر حَم صَغِيرَنَاوَيُوَقّركَبِيرَنَاوَيَآمُربِا
لمَعرُوفِ وَيَنهَ عَن المُنكَرِ.
Ibnu
Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah termasuk golongan
kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda, tidak memuliakan yang lebih
tua, tidak menyuruh berbuat ma’ruf dan tidak mencegah perbuatan yang mungkar.”(HR.At-Tirmidzi).
Kandungan hadis ini bersifat
umum, berlaku untuk seluruh umat Nabi Muhammad SAW. Pendidik
harus memiliki sifat kasih sayang kepada peserta didik agar mereka dapat
menerima pendidikan dan pengajaran dengan hati yang senang dan nyaman.
1. Mengembalikan Ilmu kepada Allah
Seorang pendidik harus memiliki sifat tawadhu, tidak
merasa paling tahu atau serba tahu. Apabila ada hal-hal yang tidak di ketahui
dengan jelas, ia sebaiknya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SAW.
Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis berikut :
عَن اِبنُ عبّاس رضى الله عَنهُمَاقال سُئِلَ رَسُولُ
الله صلى الله عَلَيه وَسلّم عَن آَولَادِالمُشرِ كِينَ فَقَالَ الله اِذخَلَقَهُم
اَعلَم بِمَاكَانُواعَا مِلِينَ.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang
anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab, “Allah Maha Mengetahui apa
yang akan mereka kerjakan pada saat mereka diciptakan.” (HR.Al-Bukhari dan
Muslim).
Dalam
hadis ini dinyatakan bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh sahabat tentang nasib
anak-anak orang musyrik pada hari kiamat nanti. Beliau menjawab, “Allah lebih
mengetahui.” Atau “Allah mengetahui apa yang mereka lakukan.” Disini terlihat
bahwa beliau tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya,
kendatipun beliau adalah Rasulullah. Beliau tidak merasa rishi dengan sikap
tidak memberikan jawaban yang pasti. Itulah sesungguhnya sikap yang harus
dimiliki oleh setiap pendidik. Apabila ternyata ada hal yang diragukan atau
belum diketahui sama sekali, jangan segan mengatakan ,”Allah Yang Mahatahu.”
Itu adalah salah satu bentuk sikap tawadhu seorang hamba.
2. Berlaku dan Berkata jujur
Seorang pendidik harus bersifat jujur kepada peserta
didiknya sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi dalam hadis berikut.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ........قَالَ فَأَ خْبِرْ نِيْ عَنِ السَّا
عَةِ قَالَ مَا الْسَؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّاءِلِ.......
Umar bin Al-Khaththab meriwayatkan,
“..Jibril berkata lagi, ‘beritahu kepadaku tentang hari kiamat .’ Rasulullah
menjawab, ‘tentang masalah ini, saya tidak lebih tahu dari engkau. “(HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis diatas
dikatakan bahwa ketika Nabi ditanya oleh Malaikat Jibril tentang hari kiamat, Beliau
menjawab, “saya tidak lebih tahu dari pada engkau.” Beliau tidak mentang-mentang sebagai
Rasulullah lalu menjawab semua yang ditanyakan kepadanya. Beliau tidak
segan-segan mengatakan tidak tahu, apabila yang ditanyakan seseorang memang
tidak diketahuiu jawabannya. Inilah sifat yang harus dimiliki oleh setiap
pendidik.
Seseorang ilmuan, guru, dan pendidik harus
bersifat jujur dan terbuka. Apabila ditanya seseorang tentang suatu hal yang
tidak diketahuinya. Ia harus berani mengatkan tidak tahu. Jangan bergaya serba
tahu. Jangan mengada-gada untuk menjaga gengsi keilmuan.
3. Memperhatikan Keadaan Peserta Didik
Agar pendidikan dan pembelajaran dapt terlaksana
dengan efektif, pendidik perlu memperhatikan keadaan peserta didik. Hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah minat, perhatian, kemampuan dan kondisi jasmani
peserta didik. Pendidik jangan sampai memberikan beban pelajaran yang melebihi
batas kemampuan peserta didik. Sehubungan dengan ini terdapat hadis:
عَنْ ابْنِ مَسْعُود قاَلَ كاَنَ النَّبِيُّ صَلَّى ا
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي اْلأَيَّامِ
كَرَهَةَ السَّاَمَةِ عَلَيْنَا
Dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan, “Nabi
Saw selalu menyelimgi hari-haribelajar untuk kami untuk menghindari kebosanan
kami.” (HR. Al-Bukhari).
Dalam
hadis ini terdapat informasi bahwa Rasullah Saw mengajar sahabat tidak setiap
hari, tetapi ada waktu belajar dan ada pula waktu untuk beristirahat. Hal itu
dilakukannya untuk menghindari kebosanan kepada pelajaran. Itu berarati bahwa
beliau memperhatikan kondisi para sahabat (peserta didik) dalam mengajar.
Mereka membutuhkan selingan waktu untuk beristirahat.
Dalam
hadis diatas, Rasulullah Saw juga memperaktikkan prinsip pembagian waktu
belajar. Ini sebagai metode mendidik jiwa para sahabatnya agar mereka tidak
merasa bosan. Diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas’ud bahwa Nabi dalam beberapa
hari pernah memberi nasihat kepada kami sehingga perasaan benci dan bosan
muncul pada diri kami semua. Abu Wail berkata, “setiap hari kamis, Abdullah
memberi ceramah kepada sekelompok orang. Salah seorang di antara mereka berkata
kepadanya, “ Wahai aayah Abdurrahman, aku berharap, engkau setiap hari memberi
ceramah kepada kami.’ia menjawab’ Aku tidak bisa setiap hari karena
sesungguhnya aku tidak suka melihat kalian bosan. Aku memberi ceramah kepada
kalian seperti Nabi memberi peringatan kepada kami. Kami takut apabila rasa
bosan menimpa kami semua.
Secara
praktis, prinsip ini dilakukan Nabi ketika menyuruh para sahabat mempelajari 10
ayat Al-Quran. Mereka tidak memperbolehkan mempelajari lebbih dari itu, kecuali
mereka benar-benar telah memahami dan mengamalkannya. Abdullah bin Mas’ud
berkat,”kami belajar kepada Nabi” 10 ayat Alquran. Setelah itu, kami tidak
belajar ayat Alquran hingga kami benar-benar mendalam 10 ayat tersebut.”
Ditanya oleh temannya, “apakah karena mengamalkannya?” ia menjawab “benar.”
عَنْ عَاءِشَةَ قَالَ رَسُوْلُ الَّلهِ عَلَيْهِ
وَسَلَّم إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِيْ مُعْنِتَا
وَلاَ مُتَعَنَّتَا وَلَكِنَّ بَعَثَنِيْ
مُعَلَّمَا مُيَسَّرَا
Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda ,”sesumgguhnya Allah tidak
mengutusku sebagai orang yang menmgusahakan dan merendahkan orang lain. akan
tetapi, Allah mengutusku sebagai seorang pengajar (guru) dan pemberi
kemudahan.”(HR. Muslim).
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari beberapa uraian diatas, kami dapat
menyimpulkan bahwa kompetensi itu merupakan seperangkat pengetahuan maupun
keterampilan yang harus ada dalam diri pendidik. Oleh karena itu, pendidik juga
perlu untuk membentuk kepribadian diri yang baik yaitu berakhlak yang mulia.
Pendidik juga harus memiliki kepribadian yang agamais yaitu memelihara dan
menegakkan syari’at Islam baik dari segi ucapan maupun perbuatan, seperti
membaca Al-Qur’an, dan mengingat Allah baik dalam hati maupun lisan. Ia juga
harus bergaul dengan manusia dengan akhlak yang terpuji, menjaga lahir batin,
manis muka, mampu mengendalikan amarahdan lemah lembut.
Dalam kepribadian pendidik, tentunya ada
beberapa komponen yang harus dimiliki oleh pendidik seperti yang telah
dijelakan diatas bahwa seorang pendidik harus mempunyai sifat lemah lembut dan
kasih sayang, mengembalikan Ilmu kepada Allah SWT, memperhatikan keadaan
peserta didik, serta berlaku dan berkata jujur.
Daftar Rujukan
Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam. Jakarta:Rajawali Pers.
Djamarah, Syaiful Bahri.2010. Guru dan Anak Didik
Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Nata, Abuddin.2001. Perspektif Islam tentang Pola
Hubungan Guru-Murid. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Umar, Bukhari.2014.
Hadis Tarbawi. Jakarta:Amzah.
Mulyasa,
E.2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
[1]
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta:Amzah,2014), hlm 68
[2] E Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2007),hlm.117.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak
Didik dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:Rineka Cipta,2010), hlm 39
[4] Drs.Tohirin, Psikologi Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi),(Jakarta:
PT.RajaGrafindo Persada, 2011),hlm. 169.
[5]
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta:Amzah,2014), hlm 68
[6]
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar