Minggu, 03 Mei 2015

MAKALAH HADIS



MAKALAH
HADIS TARBIYAH
HADIS TENTANG KOMPETENSI KEPRIBADIAN PENDIDIK/GURU

Description: D:\logo iain\logo iain matara.tif

Oleh Kelompok VI :
Dedi Irawan                   : 151.139.204
Neli kusniawati              :151.139.203
Siti Ardiyanti Ruknala  :151.139.202
Eka Harlianti                  :151.139.205

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
TAHUN 2014/2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, menyertai rangkaian kalimat puji syukur sepatutnya kita ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hadis Tentang Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru “.  Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membawa risalah kebenaran yang agung sebagai petunjuk seluruh ummat dengan Al-dien al-islam yang kita harapkan syafa’atnya kelak di akhirat.
  







  



DAFTAR ISI
COVER…….......................................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang………........................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................................... 2
C.     Tujuan Pembahasan................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru
1.      Pengertian Kompetensi………......................................................................... 3
2.      Pengertian Kepribadian Pendidik/Guru........................................................... 4
3.      Hadis tentang Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru.................................. 6
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan…….................................................................................................... 12
Daftar Rujukan.................................................................................................................. 13



PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
            Salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia adalah Pendidikan. Pendidikan tidak bisa di pisahkan dari pendidik, karena pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam perannya, tentu pendidik juga harus mempunyai seperangkat keterampilan dan perilaku yang akan menjadi contoh bagi peserta didiknya.
            Dalam proses belajar mengajar, kepribadian yang dimiliki oleh seorang pendidik tentu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peserta didik, karena pendidik tidak hanya mengajar saja tetapi lebih kepada bagaimana pendidik itu mampu membimbing, mengayomi, dan mengajar peserta didik untuk berakhlak yang mulia.
            Pendidik dalam perspektif Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah) sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[1] Dalam konteks diatas pendidik tidak terbatas kepada orang yang bertugas disekolah saja tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak sejak dalalm kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.
            Tidak semua orang bisa menjadi pendidik, karena seorang pendidik memiliki syarat-syarat yang di ajarkan oleh Rasulullah SAW, seperti pendidik harus mempunyai sifat yang lemah lembut, penyayang, tawadhu’, berlaku dan berkata jujur serta memperhatikan keadaan peserta didiknya.
            Dari beberapa uraian di atas, telah menggambarkan bagaimana pendidik menurut pandangan Islam, sehingga penyusun membuat makalah yang membahas tentang “Hadis tentang kompetensi kepribadian pendidik/guru”.

A.    Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Kompetensi ?
2.      Apa pengertian Kepribadian pendidik ?
3.      Apa saja hadis tentang kompetensi kepribadian pendidik ?

B.     Tujuan
1.      Mendeskripsikan pengertian kompetensi.
2.      Mendeskripsikan pengertian kepribadian pendidik.
3.      Mendeskripsikan  hadis tentang kompetesi kepribadian pendidik.














HADIS TENTANG KOMPETENSI KEPRIBADIAN PENDIDIK/GURU
A.    Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru
1.      Pengertian Kompetensi
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dijelaskan bahwa Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.[2] Dari uraian di atas nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan.
Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pendidik tidak hanya sebatas pada pengetahuan yang terbatas, namun pendidik harus mempunyai Ilmu pengetahuan yang luas, artinya Ilmu pengetahuan yang dimiliki pendidik itu harus lebih banyak dari peserta didiknya.  Karena jika pendidik tidak memiliki kompetensi dalam hal pengetahuan maka itu akan mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi sia-sia. Seperti yang telah dijelaskan dalam hadis sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِاللِه بْنِ عُمْرِوبْنِ الْعَاصِ قَلَ سَمِعْتُ رَسُولَ الله صَلّى الله عَلَيهِ وَسَلمْ
يَقُوْ لُ اِنّ الله لاَ يَقْبِضُ العِلمَ اتنِزَاعًاً يَنتَزِعُهُ مِنَ العِبَا دِ وَلكِن يَقبِضُ العِلمَ
بِقبضِ العُلمَاْءِ حَتّى إذَ الَم يُبقِ عَا لِماَ اتّخَذَّ النّاّ سُ رُءُوساَ جُهّالاَ فَسُأِلُوا،
 فَأفتَوا بِغَرعِلم فَضَلّو اوأضَلوا.
                                                                                               
        Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menarik Ilmu pengetahuan kembali dengan mencabutnya hati sanubari manusia, tetapi dengan mewafatkan orang-orang berpengetahuan (ulama). Apabila tidak ada lagi orang alim yang tersisa, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin yang dijadikan tempat bertanya. Lalu orang-orang bodoh itu di tanya dan mereka berfatwa tanpa Ilmu mengakibatkan mereka sesat dan menyesatkan.” (HR.Al-Bukhari).
      
Dari hadis di atas dapat dipahami bahwa orang yang berfatwa dan mengajar harus berilmu pengetahuan. Termasuk dalam hal ini adalah pendidik atau guru. Karena apabila pendidik tidak berilmu pengetahuan, maka murid-murid yang diajarnya akan sesat. Dengan kata lain dalam bahasa kependidikan, apabila guru tidak profesional, mengakibatkan proses pembelajaran yang sia-sia.

2.      Pengertian Kepribadian Pendidik/Guru
            Setiap guru mempunyai kepribadian masing-masing sesuai cirri-ciri pribadi yang mereka miliki. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Prof, Dr.Zakiah Daradjat mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (maknawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan.[3]
Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran  dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar.
Dalam hal ini, kepribadian seseorang dapat dilihat dari perbuatan yang dilakukannya. Apabila seseorang melakukan hal yang baik maka kepribadiannya dikatakan baik begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, masalah keperibadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seseorang guru dalam pandangan anak didik atau masyarakat. Dengan kata lain, baik tidaknya citra seseorang ditentukan oleh kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik.
Kepribadian juga dapat diartikan sebagai keseluruhan kualitas perilaku individu yang merupakan cirinya yang khas dalam berinteraksi dengan lingkungannya.[4] Kepribadian guru, terlebih guru pendidikan agama Islam, tidak hanya menjadi dasar bagi guru untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para siswanya dalam perkembangannya.
Oleh karena itu kepribadian guru perlu dibina dengan sebaik-baiknya. Terutama guru pendidikan agama Islam, diharapkan mampu menunjukkan ciri kepribadian yang baik, seperti jujur, terbuka, penyayang, penolong, penyabar, dan sebagainya.
Sosok kepribadian guru yang ideal menurut Islam telah ditunjukkan pada keguruan Rasulullah SAW, yang bersumber dari Al-Qur’an. Tentang kepribadian Rasulullah SAW ini di tegaskan dalam surah Al-Ahzab [33:21].
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Guru adalah unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figure manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan. 
Sementara itu secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi afektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.[5]
Adapun kepribadian guru lanjut dijelaskan oleh para ahli pendidikan. Ibn Jam’ah misalnya mengatakan bahwa seorang guru harus menghias dirinya dengan akhlak yang diharuskan sebagai seorang yang beragama atau sebagai seorang mukmin. Akhlak yang diharuskan atau terpuji tersebut adalah rendah, khusu’,tawadhu, dan berserah diri kepada Allah SWT, mendekatkan diri kepada-Nya baik dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi.[6]
Selain memiliki akhlak yang terpuji seorang guru menurut Ibn Jama’ah harus pula seseorang yang berkepribadian agamis yaitu memelihara dan menanggalkan syari’at Islam, termasuk pula terhadap hal-hal yang disunnahkan menurut syariat baik ucapan maupun perbuatan, seperti membaca Al-Qur’an, mengingat Allah baik dengan hati maupun lisan, dan menjaga keagungan Nabi ketika disebutkan namanya.

3.      Hadis tentang Kompetensi Kepribadian Pendidik/Guru
                        Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa seorang pendidik/guru harus memiliki kepribadian yang baik, terutama dalam berakhlak. Akhlak yang diharuskan adalah rendah hati, khusyu’, tawadhu’, dan berserah diri kepada Allah SWT. Kepribadian yang tercermin dari seorang pendidik tentunya dapat dilihat dari sifat-sifat pendidik. Adapun sifat-sifat pendidik, dijelaskan dalam hadis sebagai berikut :
1.      Sifat Lemah Lembut dan Kasih Sayang
عَن اَبِئ سُلَيمَا نَ مَا لِكِ بنِ الحُوَيرِثِ قَلَ اَتَينَاالنّبِيّ صَلّ اللهُ عَلَيهِ وَسَلّمَ وَنَحنُ شَبَبَهٌ مُتَقَارِشبُون فَاَقَمنَاعِندَهُ عِشرِينَ لَيلَةً فَظَنّ اَنَا اشتَقنَا اَهلَنَا وَسَالنَا عَمّن تَرَكنَافِي اَهلِنَافَاخبَرنَاهُ وَكَانَ رَفِيقًا رَحِيمًافَقَالَ ارجِعُواالى اَهلِيكُم فَعَلّمُوهُم وَمُروهُم وَصَلّواكَمَا رَاْيتُمُونِى اُصَلّي وَاذَاحَضَرَتِ الصّلاَ ةُفَليُؤذّ ن لَكُم اَحَدكُم ثُمّ لِيَؤُمّكُم اَكبَرُكم.
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairis berkata, “Kami, beberapa orang pemuda sebaya mengunjungi Nabi SAW, lalu kami menginap bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada Nabi. Beliau adalah seorang yang halus perasaannya dan penyayang. Nabi bersabda, ‘kembalilah kepada keluarga kalian. Ajarilah mereka, suruhlah mereka, dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. Apabila waktu shalat telah masuk, hendaklah salah seorang antara kalian mengumandangkan adzan dan yang lebih tua hendaklah menjadi imam. “(HR.Al-Bukhari).
                        Diantara informasi yang didapat dari hadis diatas adalah (a) ada sekelompok pemuda sebaya datang dan menginap di rumah Rasulullah SAW, (b) para pemuda itu belajar masalah agama (ibadah) kepada beliau, (c)beliau memperlakukan mereka dengan santun dan kepada keluarga masing-masing seperti beliau mengajar mereka. Diantara informasi tersebut, yang berkaitan erat adalah beliau memperlakukan para sahabat dengan santunn dan kasih sayang.
                        Pendidik yang mampu bersikap santun kepada peserta didiknya sesuai dengan tuntunan Allah SWT dalam Al-Qur’an, dijelaskan dalam surah Ali-Imran (3) sebagai berikut :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا
 مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ
 فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya.
Ahmad Musthafa Al-Maraghi menjelaskan, andaikata engkau (Muhammad) bersikap kasar dan galak dalam muammalah dengan mereka (kaum muslim), niscaya mereka akan bercerai berai (bubar) meninggalkan engkau dan tidak menyenangimu. Dengan demikian, engkau tidak dapat menyampaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus. Berdasarkan tafsir ini, seorang pendidik harus memiliki rasa santun kepada setiap peserta didiknya. Jika tidak, maka sikap kasar itu akan menjadi penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan.
                             Sejalan dengan itu, Rasulullah SAW menyampaikan secara lebih tegas agar umatnya (termasuk pendidik) memiliki rasa kasih sayang, sebagaimana terlihat dalam hadis berikut ini.
عَن اِبنُ عَبّاس قالَ رَسُول الله صلّى عَلَيه وَسَلّم لَيسَ مِنّامَن لَم يَر حَم صَغِيرَنَاوَيُوَقّركَبِيرَنَاوَيَآمُربِا لمَعرُوفِ وَيَنهَ عَن المُنكَرِ.
                        Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih muda, tidak memuliakan yang lebih tua, tidak menyuruh berbuat ma’ruf dan tidak mencegah perbuatan yang mungkar.”(HR.At-Tirmidzi).
                        Kandungan hadis ini bersifat umum, berlaku untuk seluruh umat Nabi Muhammad SAW. Pendidik harus memiliki sifat kasih sayang kepada peserta didik agar mereka dapat menerima pendidikan dan pengajaran dengan hati yang senang dan nyaman.
1.      Mengembalikan Ilmu kepada Allah
            Seorang pendidik harus memiliki sifat tawadhu, tidak merasa paling tahu atau serba tahu. Apabila ada hal-hal yang tidak di ketahui dengan jelas, ia sebaiknya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SAW. Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis berikut :

عَن اِبنُ عبّاس رضى الله عَنهُمَاقال سُئِلَ رَسُولُ الله صلى الله عَلَيه وَسلّم عَن آَولَادِالمُشرِ كِينَ فَقَالَ الله اِذخَلَقَهُم اَعلَم بِمَاكَانُواعَا مِلِينَ.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab, “Allah Maha Mengetahui apa yang akan mereka kerjakan pada saat mereka diciptakan.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).
                        Dalam hadis ini dinyatakan bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh sahabat tentang nasib anak-anak orang musyrik pada hari kiamat nanti. Beliau menjawab, “Allah lebih mengetahui.” Atau “Allah mengetahui apa yang mereka lakukan.” Disini terlihat bahwa beliau tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, kendatipun beliau adalah Rasulullah. Beliau tidak merasa rishi dengan sikap tidak memberikan jawaban yang pasti. Itulah sesungguhnya sikap yang harus dimiliki oleh setiap pendidik. Apabila ternyata ada hal yang diragukan atau belum diketahui sama sekali, jangan segan mengatakan ,”Allah Yang Mahatahu.” Itu adalah salah satu bentuk sikap tawadhu seorang hamba. 
2.      Berlaku dan Berkata jujur
Seorang pendidik harus bersifat jujur kepada peserta didiknya sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi dalam hadis berikut.
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ........قَالَ فَأَ خْبِرْ نِيْ عَنِ السَّا عَةِ قَالَ مَا الْسَؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّاءِلِ.......
Umar bin Al-Khaththab meriwayatkan, “..Jibril berkata lagi, ‘beritahu kepadaku tentang hari kiamat .’ Rasulullah menjawab, ‘tentang masalah ini, saya tidak lebih tahu dari engkau. “(HR. Al-Bukhari dan Muslim)
                        Dalam hadis diatas dikatakan bahwa ketika Nabi ditanya oleh Malaikat Jibril tentang hari kiamat, Beliau menjawab, “saya tidak lebih tahu dari pada engkau.” Beliau tidak mentang-mentang sebagai Rasulullah lalu menjawab semua yang ditanyakan kepadanya. Beliau tidak segan-segan mengatakan tidak tahu, apabila yang ditanyakan seseorang memang tidak diketahuiu jawabannya. Inilah sifat yang harus dimiliki oleh setiap pendidik.
                        Seseorang ilmuan, guru, dan pendidik harus bersifat jujur dan terbuka. Apabila ditanya seseorang tentang suatu hal yang tidak diketahuinya. Ia harus berani mengatkan tidak tahu. Jangan bergaya serba tahu. Jangan mengada-gada untuk menjaga gengsi keilmuan.
3.      Memperhatikan Keadaan Peserta Didik
            Agar pendidikan dan pembelajaran dapt terlaksana dengan efektif, pendidik perlu memperhatikan keadaan peserta didik. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah minat, perhatian, kemampuan dan kondisi jasmani peserta didik. Pendidik jangan sampai memberikan beban pelajaran yang melebihi batas kemampuan peserta didik. Sehubungan dengan ini terdapat hadis:
عَنْ ابْنِ مَسْعُود قاَلَ كاَنَ النَّبِيُّ صَلَّى ا اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي اْلأَيَّامِ كَرَهَةَ السَّاَمَةِ عَلَيْنَا

Dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan, “Nabi Saw selalu menyelimgi hari-haribelajar untuk kami untuk menghindari kebosanan kami.” (HR. Al-Bukhari).
            Dalam hadis ini terdapat informasi bahwa Rasullah Saw mengajar sahabat tidak setiap hari, tetapi ada waktu belajar dan ada pula waktu untuk beristirahat. Hal itu dilakukannya untuk menghindari kebosanan kepada pelajaran. Itu berarati bahwa beliau memperhatikan kondisi para sahabat (peserta didik) dalam mengajar. Mereka membutuhkan selingan waktu untuk beristirahat.
            Dalam hadis diatas, Rasulullah Saw juga memperaktikkan prinsip pembagian waktu belajar. Ini sebagai metode mendidik jiwa para sahabatnya agar mereka tidak merasa bosan. Diriwayatkan dari Abdullah Bin Mas’ud bahwa Nabi dalam beberapa hari pernah memberi nasihat kepada kami sehingga perasaan benci dan bosan muncul pada diri kami semua. Abu Wail berkata, “setiap hari kamis, Abdullah memberi ceramah kepada sekelompok orang. Salah seorang di antara mereka berkata kepadanya, “ Wahai aayah Abdurrahman, aku berharap, engkau setiap hari memberi ceramah kepada kami.’ia menjawab’ Aku tidak bisa setiap hari karena sesungguhnya aku tidak suka melihat kalian bosan. Aku memberi ceramah kepada kalian seperti Nabi memberi peringatan kepada kami. Kami takut apabila rasa bosan menimpa kami semua.
            Secara praktis, prinsip ini dilakukan Nabi ketika menyuruh para sahabat mempelajari 10 ayat Al-Quran. Mereka tidak memperbolehkan mempelajari lebbih dari itu, kecuali mereka benar-benar telah memahami dan mengamalkannya. Abdullah bin Mas’ud berkat,”kami belajar kepada Nabi” 10 ayat Alquran. Setelah itu, kami tidak belajar ayat Alquran hingga kami benar-benar mendalam 10 ayat tersebut.” Ditanya oleh temannya, “apakah karena mengamalkannya?” ia menjawab “benar.”

عَنْ عَاءِشَةَ قَالَ رَسُوْلُ الَّلهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِيْ مُعْنِتَا
 وَلاَ مُتَعَنَّتَا وَلَكِنَّ بَعَثَنِيْ مُعَلَّمَا مُيَسَّرَا
Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah  bersabda ,”sesumgguhnya Allah tidak mengutusku sebagai orang yang menmgusahakan dan merendahkan orang lain. akan tetapi, Allah mengutusku sebagai seorang pengajar (guru) dan pemberi kemudahan.”(HR. Muslim).














PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Dari beberapa uraian diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa kompetensi itu merupakan seperangkat pengetahuan maupun keterampilan yang harus ada dalam diri pendidik. Oleh karena itu, pendidik juga perlu untuk membentuk kepribadian diri yang baik yaitu berakhlak yang mulia. Pendidik juga harus memiliki kepribadian yang agamais yaitu memelihara dan menegakkan syari’at Islam baik dari segi ucapan maupun perbuatan, seperti membaca Al-Qur’an, dan mengingat Allah baik dalam hati maupun lisan. Ia juga harus bergaul dengan manusia dengan akhlak yang terpuji, menjaga lahir batin, manis muka, mampu mengendalikan amarahdan lemah lembut.
      Dalam kepribadian pendidik, tentunya ada beberapa komponen yang harus dimiliki oleh pendidik seperti yang telah dijelakan diatas bahwa seorang pendidik harus mempunyai sifat lemah lembut dan kasih sayang, mengembalikan Ilmu kepada Allah SWT, memperhatikan keadaan peserta didik, serta berlaku dan berkata jujur.














Daftar Rujukan
Tohirin. 2011. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta:Rajawali Pers.
Djamarah, Syaiful Bahri.2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Nata, Abuddin.2001. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Umar, Bukhari.2014. Hadis Tarbawi. Jakarta:Amzah.
Mulyasa, E.2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
     









[1] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta:Amzah,2014), hlm 68
[2] E Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2007),hlm.117.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:Rineka Cipta,2010), hlm 39
[4] Drs.Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Berbasis Integrasi dan Kompetensi),(Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2011),hlm. 169.
[5] Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta:Amzah,2014), hlm 68
[6] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hlm.90
 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar